Deklarasi Banda Aceh tentang Konferensi Pelokalan Indonesia 2024 : Mendorong Pelokalan dalam Sistem Kemanusiaan Indonesia

Terinspirasi oleh semangat kebangkitan dan pemulihan yang dipicu oleh Tsunami Samudra Hindia tahun 2004, serta didorong oleh mandat kemanusiaan berdasarkan solidaritas, kami, Organisasi Masyarakat Sipil Lokal (OMSL) Indonesia, berkumpul di Banda Aceh, Indonesia, untuk Konferensi Pelokalan Indonesia 2024. Berdasarkan hasil Kongres Kemanusiaan Indonesia pertama dan kedua, kami, OMSL, menegaskan kembali komitmen kami untuk memperkuat sistem kemanusiaan Indonesia melalui pelokalan yang inklusif, berkelanjutan, dan partisipatif berbasis kapasitas. Kami, OMSL Indonesia, dengan ini:

  1. Mendefinisikan “pelokalan” sebagai suatu pengakuan atas peran OMSL yang menjadi pelaku garis depan dalam respons kemanusiaan, dan perlunya upaya bersama untuk memperkuat kapasitas organisasi, mekanisme koordinasi, dan akses pendanaan berkelanjutan, memastikan respons kemanusiaan yang berkualitas, efektif, dan akuntabel serta membangun ketangguhan berkelanjutan.
  2. Menegaskan bahwa semua tindakan kemanusiaan harus melibatkan OMSL secara bermakna, mengingat kedekatan, pengetahuan, dan hubungan kerja yang berkelanjutan dengan komunitas yang berisiko atau terdampak krisis kemanusiaan melampaui urusan kemanusiaan dan tahap respons darurat.
  3. Berkomitmen untuk berkolaborasi dalam mendorong inovasi dan praktik baik dalam bentuk kerangka kerja dan solusi-solusi terkait pelokalan, secara kolektif membentuk Laboratorium Pelokalan Indonesia sebagai platform untuk berbagi pengetahuan, pembelajaran, dan pertumbuhan bersama.
  4. Mengambil langkah menuju pembentukan Lumbung Kemanusiaan Indonesia, yang dikelola oleh OMSL, untuk menyediakan akses yang lebih mudah, cepat, fleksibel, dan terarah ke pendanaan domestik dan internasional, memastikan dukungan yang efektif, akuntabel, dan berkelanjutan untuk kesiapsiagaan dan respons, serta mengadvokasi revisi berbagai regulasi yang menghambat perkembangan dan kemajuan sektor filantropi sebagai salah satu sumber daya untuk aksi kemanusiaan.
  5. Mengembangkan strategi pembangunan kapasitas yang adil untuk semua LSM Indonesia, dengan fokus pada dasar-dasar kemanusiaan dalam hal tata kelola organisasi dan sumber daya manusia yang diperlukan untuk meningkatkan efektivitas respons kemanusiaan dan layanan kepada komunitas yang terdampak.
  6. Mengembangkan kerangka kerja akuntabilitas yang sesuai bagi OMSL dalam melaksanakan fungsi respons kemanusiaan, termasuk melibatkan komunitas secara bermakna dan memadai, terutama kelompok berisiko, dalam proses kemanusiaan.
  7. Mendorong inklusi seluruh masyarakat yang terdampak, termasuk kelompok berisiko, dalam semua aspek aksi kemanusiaan, baik sebagai penerima manfaat maupun sebagai peserta yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Memperbanyak dan memperkuat kepemimpinan perempuan untuk memastikan perspektif kesetaraan gender dalam semua tindakan kemanusiaan.
  8. Mengajak kolaborasi melalui pembentukan Wahana Konsultatif Kemanusiaan Nasional (WKKN) atau National Reference Group (NRG) yang terdiri dari Pemerintah, Lembaga Donor, LSM Internasional, OMS/LMS, Media, Akademisi, Pelaku Lokal dan Komunitas Berisiko/Terdampak dalam mengembangkan dan memperkuat sistem kemanusiaan dengan mendorong kebijakan khusus tentang kemanusiaan, koordinasi nasional, kemitraan yang yang saling mendukung, dan pendanaan kemanusiaan yang berkeadilan.
  9. Memanfaatkan momentum peringatan 20 tahun Tsunami Samudra Hindia untuk menegaskan kembali amanat dan prinsip kemanusiaan dan meletakkan dasar untuk membangun solidaritas di antara OMSL di Indonesia, kawasan ASEAN, Asia Pasifik, dan global.
  10. Berkomitmen untuk menjadi tuan rumah pertemuan global tentang sistem kemanusiaan, termasuk peringatan 10 tahun Grand Bargain di Bali, Indonesia dan prakarsa – prakarsa lainnya untuk memperkuat peran pelaku Dunia Selatan dan menentukan arah kerjasama kemanusiaan global menuju 2030.

Banda Aceh Declaration
Indonesia Localisation Conference 2024
Fostering Localization in Indonesia’s Humanitarian System

Inspired by the spirit of resilience and recovery ignited by the 2004 Indian Ocean Tsunami, and driven by the humanitarian imperative of solidarity, we, the Indonesian Local Civil Society Organizations (LCSOs), convened in Banda Aceh, Indonesia, for the 2024 Indonesia Localization Conference. Building upon the outcomes of the first and second Indonesian Humanitarian Congresses, we, the LCSOs, reaffirm our commitment to strengthening Indonesia’s humanitarian system through inclusive, sustainable, and participatory capacity-based localization. We, the Indonesian LCSOs, hereby:

  1. Define localization as recognizing the role of LCSOs as frontline actors in humanitarian response and the need for concerted efforts to strengthen organizational capacity, coordination mechanisms, and access to sustainable funding, ensuring quality, effective, and accountable humanitarian responses and building sustainable resilience.
  2. Affirm that all humanitarian actions must meaningfully involve LCSOs, given their proximity, knowledge, and sustained relationships with at-risk or crisis-affected communities.
  3. Commit to collaborating to foster innovation and best practices in localization, collectively forming an Indonesian Localization Lab as a platform for knowledge sharing, learning, and mutual growth.
  4. Advocate for the establishment of an Indonesian Humanitarian Fund, managed by LCSOs, to provide easier, faster, more flexible, and targeted access to domestic and international funding, ensuring effective, accountable, and sustainable support for preparedness and response.
  5. Develop a strategy for equitable capacity-building for all Indonesian NGOS, focusing on organizational governance and human resources to enhance the effectiveness of humanitarian response and services to affected communities.
  6. Develop an accountable framework for LCSOs in implementing humanitarian response functions, including meaningful and adequate involvement of communities, especially vulnerable groups, in humanitarian processes.
  7. Promote the inclusion of all affected communities, including most-at-risk groups, in all aspects of humanitarian action, both as beneficiaries and as meaningful participants in decision-making. Strengthen and create more space for women’s leadership to ensure gender equity perspectives in all humanitarian actions.
  8. Invite the collaboration through the establishment of a Wahana Konsultatif Kemanusiaan Nasional (WKKN)/National Reference Group (NRG) consisting of the Government, UN bodies, Donor Agencies, International NGOs, CSOs/NGOs, Media, Academics, Local Actors and Communities at Risk/Affected in developing and strengthening the capacity of LCSOs in the humanitarian response system by promoting specific humanitarian policies, national coordination, equitable partnerships that support each other, and humanitarian funding.
  9. Leverage the 20th anniversary of the Indian Ocean Tsunami to reaffirm the humanitarian mandate and lay the groundwork for building solidarity among LCSOs in Indonesia, the ASEAN region, the Asia Pacific, and globally.
  10. Commit to hosting a global meeting on humanitarian systems, including the 10th anniversary of the Grand Bargain in Bali, Indonesia, to share experiences among Global South actors and strengthen collaboration in global humanitarian cooperation.

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.